Senin, 26 November 2007

NARKOBA DAN PENJARA

Ibarat tak putus dirundung masalah itulah nasib penjara kita sekarang ini, pengendalian dan peredaran narkoba, isu jual beli kamar, suap untuk mendapatkan fasilitas mewah di dalam penjara, pelaksanaan prosedur yang serampangan dalam kasus pembebasan Adelin Lis dan terakhir tertangkapnya Roy Marten dengan sabu-sabu yang kabarnya juga diperoleh dari dalam penjara merupakan contoh dari amburadulnya pengelolaan penjara kita.
Permasalahan di dalam penjara yang muncul sekarang ini ibarat gunung es yang hanya kelihatan puncaknya saja, padahal dalam realitasnya masih banyak permasalahan lain yang tertutup rapat di balik tembok penjara. Dalam tulisan pendek ini saya mencoba menguraikan fakta peredaran narkoba di penjara dan solusi terbaik yang mungkin dapat di ambil.

Simplikasi Permasalahan

Setiap peristiwa negatif yang terjadi di penjara seperti peredaran narkoba, kerusuhan, penyuapan, pungutan liar, kaburnya narapidana, seringkali disimplifikasikan sebagai dampak dari kondisi penjara yang padat (over crowded) dan rasio petugas (sipir) yang tidak cukup. Kedua permasalahan tersebut seringkali dijadikan kambing hitam oleh pengelola penjara, seolah-olah tidak dapat diselesaikan dan memang tidak akan diselesaikan. Padahal dalam beberapa kasus di Indonesia, peredaran narkoba di penjara bukan hanya hasil dari simplikasi dua masalah tersebut tetapi lebih disebabkan oleh faktor tidak efektif koordinasi antar penegak hukum dalam penanganan kejahatan narkoba, tidak berkualitasnya peraturan hukum yang ada, rendahnya integritas moral, rendahnya kesejahteraan dan disiplin petugas penjara sehingga berdampak pada serampangannya pelaksanaan prosedur tetap (SOP).

Narkoba di Penjara

Peredaran narkoba yang melibatkan narapidana merupakan satu permasalahan kronis yang di hadapi oleh penjara kita sekarang ini. Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2006), dan Ika (2006) di salah satu penjara di Jakarta setidaknya menemukan satu temuan bahwa di penjara tersebut ada beberapa bandar narkoba yang masih mengedarkan narkoba baik di dalam penjara kepada sesama narapidana maupun kepada masyarakat di luar rutan, dan ironisnya peredaran narkoba tersebut seringkali melibatkan oknum petugas penjara.
Dalam sistem hukum Indonesia yang memperlakukan sama terhadap para pengedar dan pemakai narkoba yaitu sama-sama dijatuhi pidana penjara dan kemudian dikirim ke satu lokasi yang sama juga yaitu penjara. Dengan sistem hukum yang demikian maka, masalah peredaran narkoba di dalam penjara mustahil dapat diselesaikan. Fungsi penjara yang seharusnya memutus rantai peredaran narkoba justru mendekatkan rantai distribusi narkoba antara pengedar dan konsumen. Lebih parah lagi apabila di dalam penjara juga terdapat pabrik narkoba seperti yang pernah ditemukan di rutan Surabaya (2007) maka, rantai peredaran narkoba antara produksi, distribusi dan konsumsi dari produsen, pengedar dan konsumen lebih pendek dan mudah.
Kondisi hukum yang sangat kondusif bagi menjamurnya peredaran narkoba di dalam penjara ternyata lebih diperparah lagi oleh rendahnya integritas moral aparatur hukum kita. Sekarang ini, aparatur penegak hukum kita mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan tidak bekerja untuk kehormatan dan keadilan tetapi semata-mata untuk kepentingan dan kemewahan pribadi. Maraknya peredaran narkoba yang seringkali melibatkan petugas penjara jika tidak ada langkah kongkret memberantasnya maka, akan menimbulkan satu kecurigaan kepada kita “Jangan-jangan penjara juga dikelola dengan bantuan uang narkoba ?
Pembiaran dan permisif-nya pengelola penjara terhadap tindak kejahatan narkoba yang melibatkan narapidana dan oknum petugas maka, akan menggiring institusi penjara sebagai pelaku kejahatan (state crime).

Rekomendasi

Peredaran narkoba di penjara merupakan penyakit yang sangat serius dalam penegakan hukum di Indonesia sekarang ini, Bagaimana tidak, “Dana rakyat yang dengan sukarela dipercayakan kepada negara untuk membina narapidana agar mereka sadar, yang terjadi justru mereka menjadi lebih canggih setelah keluar dari penjara” Langkah kongkret yang dapat diambil dalam rangka mengurai maraknya peredaran narkoba dan amburadulnya manajemen penjara adalah : 1) Putuskan mekanisme permintaan dan penawaran narkoba dengan menempatkan pengedar ke penjara pengamanan super maksimun (super maximum security) dan sebaliknya bagi pengguna narkoba tempatkan pada penjara yang lebih menekankan pada program rehabilitasi, 2) Penerapan sanksi hukum yang tegas bagi sipir penjara yang terlibat dalam peredaran narkoba baik di dalam maupun di luar penjara. 3) Peningkatan kesejahteraan sipir. Diakui atau tidak diakui, gaji sipir penjara kita masih rendah dibanding dengan kebutuhan hidup minimum. Untuk menutup kekurangan tersebut, seringkali sipir tergoda untuk menyelundupkan narkoba ke penjara dengan imbalan uang. Padahal dari penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2006), uang suap yang mereka terima tidak seberapa besar paling sekitar Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk sekali antar dalam satu minggu.
Penjara merupakan minatur dari masyarakat, amburadulnya kondisi penjara kita, mencerminkan betapa amburadulnya kondisi masyarakat kita sekarang ini.

Tidak ada komentar: